Tsunami Mengahantam Jepang
JEPANG adalah “negeri asal” gelombang laut raksasa bernama Tsunami. Tsunami adalah bahasa Jepang, berasal dari dua suku kata. TSU, berarti pelabuhan dan NAMI yang berarti gelombang. Tsunami kemudian diartikan secara bebas menjadi gelombang laut yang menghantam pelabuhan.
Kata Tsunami menjadi bagian bahasa dunia, setelah gempa besar 15 Juni 1896, yang menimbulkan gelombang besar melanda kota pelabuhan Sanriku (Jepang) dan menewaskan 22.000 orang serta merusak pantai timur Honshu sepanjang 280 kilometer.
Gempa bumi adalah hal biasa di Jepang, salah satu daerah yang paling sering dilanda gempa di dunia. Negara itu mengalami sekitar 20 persen dari total gempa bumi dunia berkekuatan 6 Skala Richter atau lebih. Rata-rata, sebuah gempa bumi terjadi setiap lima menit di dunia.
Pada hari Jumat, 11 Maret lalu, gempa kembali menghampiri Jepang. Gempa kali tidak biasa lagi, karena dating menghujam dengan kekuatan 8,9 Skala Richter dan berujung Tsunami di sejumlah daerah.
Hingga hari ini, diperkirakan lebih dari 10 ribu korban tewas. Selain itu, warga Jepang juga terancam mengalami radiasi akibat meledaknya reaktor nuklir.
Beberapa saat setelah kejadian, stasiun televisi NHK muncul dengan gambar mengerikan. Kita disuguhkan dengan tayangan gelombang laut raksasa yang meluluhlantakkan sebagian wilayah Sendai. Gambar yang tersaji ke layar kaca, sungguh luar biasa. Tragis dan memilukan.
Tapi…adakah gambar orang-orang histeris? Adakah reporter televisi yang berlari sambil mewawancarai orang-orang yang juga sedang berlari?. Adakah lagu-lagu pengiring (backsound) yang menyayat hati?. Atau, adakah hujatan kepada pemerintah dan lembaga penanggulangan bencana, karena persoalan bantuan tanggap darurat?.
Sepanjang yang saya amati, itu sama sekali tidak terlihat. Yang terlihat adalah, sebuah ketegaran. Jepang memang dilanyau Tsunami. Tapi tak ada tangisan. Tak ada mayat bergelimpangan di jalanan yang muncul di layar televisi.
Apakah stasiun tv di Jepang sana tak punya visual mayat bergelimpangan atau tangis kesedihan? NHK adalah stasiun televisi terbesar di Jepang yang memiliki teknologi canggih. NHK satu-satunya lembaga penyiaran publik di Jepang yang memulai siaran radio pada tahun 1925. Perusahaan ini didanai oleh iuran televisi yang dibayar pemilik pesawat televisi dengan tujuan memberikan materi siaran yang bebas dari pengaruh politik atau lembaga swasta.
Mereka punya setidaknya 14 unit helikopter yang memantau perkembangan dari tiap sudut. Mereka juga punya jaringan kamera CCTV dari segala penjuru kota yang bias di akses kapanpun.
Dengan segala kecanggihan teknologi yang dimiliki, tentu saja mereka punya gambar dari berbagai angle, termasuk kesedihan warga.
Tapi yang muncul di layar adalah gambar-gambar yang tidak cengeng. Tidak ada jurnalis yang melaporkan kepada pemirsa, seakan-akan berada dalam kondisi sangat gawat. Tidak ada anak-anak yang menjerit histeris, karena ketakutan.
Visual yang muncul adalah situasi yang tenang. Gambar yang informatif bagaimana tsunami datang, tapi tidak provokatif dengan “memaksa” korban untuk bicara di depan kamera. Juga tidak cengeng, dengan memunculkan gambar-gambar orang menangis.
Kondisi ini jelas sangat berbeda dengan media di Indonesia. Media kita rajin memasang label “ekslusif” untuk mempertegas eksistensi diri sebagai media yang lebih hebat dibanding yang lain. Walaupun sesungguhnya, media lain juga punya cerita atau gambar yang sama. Pasang merek dulu. Soal benar-benar ekslusif atau tidak, itu cerita lain.
Peristiwa terakhir terjadi pada Tsunami yang melanda Mentawai Oktober 2010 lalu. Pada hari pertama dan kedua kejadian, belum satupun media yang memiliki gambar, baik foto maupun video tentang kondisi di daerah kepulauan tersebut. Selain faktor komunikasi, Mentawai juga sulit dijangkau dari Kota Padang, dimana wartawan berada. Satu-satunya yang bisa dengan segera mengabadikan situasi terkini di Mentawai saat itu, dan membawa hasilnya kembali ke Padang, adalah tim Rumah Tangga Istana yang menyertai rombongan Wakil Presiden Boediono menggunakan helikopter.
Gambar itulah yang kemudian dibagikan kepada seluruh media. Artinya, seluruh media mendapat gambar yang sama. Tidak ada yang berbeda. Tapi, di salah satu layar televise muncul label ekslusif, seakan-akan hanya media itulah yang punya. Padahal, di layar media tetangganya, gambar yang sama juga sedang diputar.
Media kita juga terbiasa bermain dengan visualisasi yang mengedepankan eksploitasi korban dan seakan berlomba memunculkan gambar mayat bergelimpangan, untuk memberi penegasan bahwa bencana itu begitu mengerikan.
Dalam beberapa pemberitaan di televisi, mewawancarai korban selamat (tapi luka) akibat bencana, adalah hal yang wajar. Tak peduli, apakah ia sedang meringis kesakitan sambil memegang tubuh yang luka, atau sedang berlarian menyelamatkan diri.
Begitu tega? Yap.
Manusiawi atau tidak? Tak penting. Yang penting, ada petikan wawancaranya.
Fenomena seperti itu, terus mengalami pengulangan di setiap bencana, dan akan terus berlangsung jika tidak dibenahi. Itu sebabnya, Jaringan Jurnalis Siaga Bencana (JJSB) sejak awal berusaha untuk merubah pola tersebut. Prinsip bad news is good news sudah bukan zamannya lagi. Good news juga bisa menjadi berita bagus dan layak. Mengubah maindset media bukanlah pekerjaan gampang, karena media seringkali juga terpaku dengan persoalan rating dan share.
Just Idris Rizee
Kamis, 16 Februari 2012
Selasa, 29 November 2011
Kisah sebelum aku tidur
seperti malam-malam biasanya sebelum tidur aku dibacakan suatu dogeng yang menarik oleh Ibu saya,,pada suatu malam aku dceritakan suatu kisah yanag tak munghkin bisa aku lupakan,,cerita tersebut adalah "Tukang Roti Dan Petani" begini ceritanya.
Seorang tukang roti di sebuah desa kecil membeli satu kilogram mentega dari seorang petani. Ia curiga bahwa mentega yang dibelinya tidak benar-benar seberat satu kilogram.Beberapa kali ia menimbang mentega itu, dan benar, berat mentega itu tidak penuh satu kilogram. Yakinlah ia bahwa petani itu telah melakukan kecurangan. Ia melaporkan pada hakim, dan petani itu dimajukan kesidang pengadilan.
Pada saat sidang, hakim berkata pada petani, 'Tentu kamu mempunyai timbangan ?"
"tidak, tuan hakim," jawab petani. "lalu, bagaimna kamu bisa menimbang mentega yang kamu jual itu?" Tanya hakim. Petani itu menjawab, "ah, tu mudah sekali dijelaskan, tuan hakim.Untuk menimbang mentega seberat satu kilogram itu, sebagai penyeimbang,aku gunakan saja roti seberat satu kilogram yang aku beli dari tukang roti itu."
itulah cerita yang menurut aku sanagat menarik dan mempunyai suatu makna bahwa "cukup bnayak contoh, kekesalan kita pada orang lain berasal dari sikap kita sendiri kepada orang lain."
Sekian dan Terimakasih
Seorang tukang roti di sebuah desa kecil membeli satu kilogram mentega dari seorang petani. Ia curiga bahwa mentega yang dibelinya tidak benar-benar seberat satu kilogram.Beberapa kali ia menimbang mentega itu, dan benar, berat mentega itu tidak penuh satu kilogram. Yakinlah ia bahwa petani itu telah melakukan kecurangan. Ia melaporkan pada hakim, dan petani itu dimajukan kesidang pengadilan.
Pada saat sidang, hakim berkata pada petani, 'Tentu kamu mempunyai timbangan ?"
"tidak, tuan hakim," jawab petani. "lalu, bagaimna kamu bisa menimbang mentega yang kamu jual itu?" Tanya hakim. Petani itu menjawab, "ah, tu mudah sekali dijelaskan, tuan hakim.Untuk menimbang mentega seberat satu kilogram itu, sebagai penyeimbang,aku gunakan saja roti seberat satu kilogram yang aku beli dari tukang roti itu."
itulah cerita yang menurut aku sanagat menarik dan mempunyai suatu makna bahwa "cukup bnayak contoh, kekesalan kita pada orang lain berasal dari sikap kita sendiri kepada orang lain."
Sekian dan Terimakasih
Selasa, 25 Oktober 2011
Lulus,Lupus,Cinta
L : upakan Cinta Sejenak
U : sahakan Belajar
L : ebih Giat
U: ntuk Bisa Mencapai
S : ukses Dalam Ujian
L : Lupakan
U: Urusan
P: Pacar
U: Utamakan
S: Sekolah
C: Ciuman
I: Itu
N: Najis
T: Tapi
A: Asyik
U : sahakan Belajar
L : ebih Giat
U: ntuk Bisa Mencapai
S : ukses Dalam Ujian
L : Lupakan
U: Urusan
P: Pacar
U: Utamakan
S: Sekolah
C: Ciuman
I: Itu
N: Najis
T: Tapi
A: Asyik
Langganan:
Postingan (Atom)